Sabtu, 07 Januari 2017

Pegiat Media Sosial Ajak Masyarakat Perangi Hoax


Partisipasi masyarakat sipil non-partisan untuk media sosial yang labih cerdas dan mendidik. 

JAKARTA, 8 Januari 2017 Sejumlah masyarakat sipil dan pegiat media sosial yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Anti Hoax menggelar kegiatan sosialisasi sekaligus deklarasi Masyarakat Anti Hoax pada Hari Minggu, 8 Januari 2017. Kegiatan yang dilaksanakan di kawasan car free day dengan pusat kegiatan di depan gedung BCA Tower, Jalan MH Thami itu akan digelar pada pukul 06.00 11.00 WIB. Selain penandatanganan deklarasi, acara terseb akan diisi oleh sejumlah kegiatan, yaitu orasi oleh para Duta Anti Hoax antara lain artis Olga Lydia, sineas Nia Dinata, psikolog Ratih lbrahim dan pegiat antikorupsi Judhi Kristantini. Ada juga pemutaran video tentang hoax, games, senam pagi, tari-tarian, pembagian pin Turn Back Hoax serta lomba foto Instagram. 

Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho mengatakan, kegiatan ini merupakan aksi simpatik untuk mengajak seluruh masyarakat agar peduli dan bersama-sama memerangi persebaran informasi hoax yang marak di media sosial. "Banyak informasi hoax yang viral di media sosial kemudian memicu keributan bahkan merembet menjadi kerusuhan fisik. Hal ini bukan saja menghabiskan energi, namun juga berpotensi mengganggu keamanan nasional,” ujarnya. 

Septiaji menambahkan, acara sosialisasi dan deklarasi tersebut bukan hanya dilangsungkan di Jakarta, namun serentak di enam kota. Lima kota lain yang akan menggelar acara sosialisasi dan deklarasi anti hoax yaitu Surabaya, Semarang, Solo, Wonosobo, dan Bandung. 

"Generasi milenial merupakan yang paling rentan terhadap bahaya hoax, sangat disayangka kalau Indonesia yang harusnya bisa menikmati bonus demografi di 2030 nanti justru diisi ole orang-orang yang tidak cerdas dalam bermedia sosial,” tandas Septiaji. 

Septiaji mengatakan, deklarasi serentak dll enam kota ini merupakan bagian dari program memerangi dan membersihkan media sosial dari informasi hoax, fitnah maupun yang bersifi hasutan. Seiumlah langkah yang telah dilakukan di antaranya merangkul pemimpin maupun tokoh-tokoh masyarakat untuk menjadi duta anti hoax, penandatanganan Piagam Masyarakat lndonesia Anti Hoax, membentuk relawan dan deklarasi relawan anti hoax di daerah, dan berkolaborasi dengan sejumlah komunitas berjejaring maupun lembaga pemerintah, antara Iain Kepolisian Republik lndonesia dan Kementerian Komunikasi dan lnformatika (Kemenkominfo) dalam hal penegakan hukum. 

”Kami juga menyiapkan code of conduct berkomunikasi dengan cerdas di media sosial, gerakan literasi media ke masyarakat, roadshow ke institusi pendidikan, seperti kampus, sekolah pesantren, ormas, ulama dan pemuka agama, budayawan dan banyak Iagi,” imbuh Septiaji. 

Menurut Septiaji, upaya-upaya yang telah dilakukan sejak Penandatanganan Piagam Anti Hoax pada 1 Desember 2016 itu setidaknya sudah membuahkan hasil. Sejumlah tokoh masyarakat saat ini telah bergabung dan menjadi Duta Anti Hoax, di antaranya, intelektual Muslim Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Sekretaris Jendral Keuskupan Agung Jakarta Rm V. Adi Prasodjo PR, sineas Nia Dinata, sastrawan Goenawan Mohamed, pegiat sosial Anita Wahid, tokoh anti korupsi Erry Riyana Hardjapamekas, Ekonom Destry Damayanti, Ketua Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Bandung (ITB) Betti Alisjahbana, praktisi dan pemerhati hukum pidana La Ode Ronald Firman, Nezar Patria dan juga Dewan Pers, serta para pegiat media sosial. 

"Saat ini juga sudah terbentuk relawan-relawan anti hoax di beberapa daerah. Berdasarkan pantauan kami, jumlah aduan mengenai berita hoax yang masuk ke situs TurnBackHoax.id sudah mencapai ratusan ribu dalam sebulan terakhir. lni menandakan gerakan anti hoax sudah mulai berdampak ke masyarakat,” papar Septiaji. 

Nahdlatul Ulama (NU) belum Iama ini meluncurkan gerakan melawan hoax dan radikalisme di internet. NU akan melapor ke Kemenkominfo dan Kepolisian jika menemukan situs yang membahayakan. NU juga mengajak masyarakat agar menghindari informasi hoax, yaitu dengan memperbanyak literasi informasi dan menerapkan prinsip tabayun (mengklarifikasi informasi yang diterima). 

Sementara itu, Dewan Pers dalam waktu dekat juga akan memberikan barcode untuk mediamedia yang sudah terverifikasi sehingga memudahkan masyarakat membedakannya dengan media "abal-abai" yang kerap menyebarkan berita hoax. 

"Dengan ada barcode-nya, berarti media tersebut trusted (terpercaya), terverifikasi di Dewan Pers. lni juga bertujuan meminimalisir masyarakat dirugikan oleh pemberitaan hoax," kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo. 

Menurut Yosep, barcode yang akan ditempelkan pada media cetak dan online itu dapat dipindai dengan ponsel yang akan terhubung dengan data Dewan Pers. Dengan memindai barcode tersebut, pembaca bisa mengetahui informasi mengenai media yang bersangkutan, misalnya alamat redaksi maupun nama pemimpin redaksi. Barcode ini akan diluncurkan secara bertahap, mulai 9 Februari 2017 yang bertepatan dengan penyelenggaraan Hari Pers Nasional (HPN) di Ambon. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Kebijakan Strategis Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Teguh Prasetya mengusulkan agar ada peringatan dalam bentuk pop-up yang muncul pada situs-situs yang rentan terhadap hoax. “Langkah ini perlu dilakukan untuk melengkapi pemb/okiran situs yang sudah terbukti melakukan pelanggaran dan juga content filtering yang dilakukan oleh Kemenkominfo,” ujar Teguh. (War)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar